1. Dalam
undang-undang praktik kedokteran yang digunakan adalah istilah dokter dan
dokter gigi. Dokter dan dokter gigi
adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri
yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. (Pasal 1)
Dalam undang-undang kesehatan yang
digunakan adalah istilah dokter dan dokter gigi. Yang dimaksud dengan “tenaga kesehatan” dalam ketentuan ini adalah
tenaga kefarmasian sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Dalam hal tidak
ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik
kefarmasian secara terbatas, misalnya antara lain dokter dan/atau dokter gigi,
bidan, dan perawat, yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. (Penjelasan Pasal 108 ayat (1)
Dalam undang-undang rumah sakit
yang digunakan adalah istilah dokter dan dokter gigi. Yang dimaksud dengan “rahasia kedokteran” adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan hal yang ditemukan oleh dokter dan dokter gigi dalam rangka
pengobatan dan dicatat dalam rekam medis yang dimiliki pasien dan bersifat
rahasia. (Penjelasan Pasal 38 ayat (1)
Dalam
undang-undang pendidikan kedokteran pengertian dokter dan dokter gigi
dipisahkan. Dokter adalah dokter, dokter
layanan primer, dokter spesialis-subspesialis lulusan pendidikan dokter, baik
di dalam maupun di luar negeri, yang diakui oleh Pemerintah. Dokter Gigi adalah dokter gigi, dokter gigi
spesialis-subspesialis lulusan pendidikan dokter gigi, baik di dalam maupun di
luar negeri, yang diakui oleh Pemerintah. (Pasal 1)
Dalam
risalah putusan MK tentang peninjauan kembali UU Pendidikan Kedokteran, berbunyi
Dilihat dari pendidikan yang harus ditempuh, dokter layanan primer mendapatkan
pendidikan setara dengan spesialis yang mengintegrasikan kedokteran keluarga,
kedokteran komunitas, dan kesehatan masyarakat. Dokter layanan primer
diharapkan mampu memimpin dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama atau primer yang berkualitas. Terkait dengan keberadaan dokter umum,
menurut Mahkamah, dokter umum tetap diakui sebagai bagian dari pemenuhan
kebutuhan masyarakat yang selama ini sudah ada. Sesuai dengan program
pendidikan yang diatur dalam UU 20/2013 maka dokter umum akan memiliki beberapa
pilihan karier yaitu sebagai dokter umum, dokter layanan primer, atau menjadi
dokter spesialis.
Sementara
itu dokter layanan primer mempunyai pengertian Program dokter layanan primer ditujukan untuk memenuhi kualifikasi
sebagai pelaku awal pada layanan kesehatan tingkat pertama, melakukan penapisan
rujukan tingkat pertama ke tingkat kedua, dan melakukan kendali mutu serta
kendali biaya sesuai dengan standar kompetensi dokter dalam sistem jaminan
kesehatan nasional. (Penjelasan Pasal 38 ayat (1)
2.
Belakangan ini kita sering mendengar istilah dokter layanan primer
(DLP). Apalagi dengan berlakunya JKN pada tanggal 1 Januari 2014, peran dokter
layanan primer akan semakin dibutuhkan. Dokter layanan primer ditekankan agar
tidak hanya bergerak di bidang curative, tapi juga bergerak di bidang
preventive, sehingga mendukung terciptanya paradigma sehat di Indonesia. Kita
sebagai mahasiswa kedokteran yang nantinya akan berkecimpung di dunia medis
tentunya harus mengikuti perkembangan-perkembangan di dunia medis baik dari
segi keilmuan maupun kebijakan pemerintah.
Pengertian
Dokter layanan primer tercantum dalam UU No. 20 tahun 2013 mengenai Pendidikan
Dokter. Pada pasal 8 ayat 3 UU No 20 tahun 2013 disebutkan bahwa dokter layanan primer adalah jenjang baru
pendidikan yang dilaksanakan setelah program profesi dokter dan program
internship, serta setara dengan jenjang pendidikan profesi spesialis. Gelar
yang akan diberikan kepada dokter yang telah lulus program pendidikan dokter
layanan primer adalah SpFM (spesialis Famili Medisin). DLP nantinya diharapkan
dapat bertindak sebagai gate keeper yang akan menangani sebagian besar kasus di
masyarakat sendiri hingga tuntas. DLP diharapkan dapat memberikan pelayanan
yang bersifat holistik, preventif dan promotif dibandingkan kuratif. Di lain
pihak, DLP juga harus berorientasi pada kedokteran keluarga, okupasi, komunitas,
manajerial, dan kepemimpinan.
Program
pendidikan layanan primer dapat ditempuh selama tiga tahun sehingga kedepannya
mahasiswa kedokteran dapat memilih five carrier pathways yaitu sebagai dokter
umum, dokter layanan primer, dokter spesialis, dosen, maupun peneliti. Pada
tahun 2019, Indonesia diharapkan sudah dapat mencetak dokter layanan primer
bersamaan dengan target BPJS yaitu pada tahun 2019 seluruh masyarakat Indonesia
telah mengikuti JKN. Bunyi pasal 8 ayat 3 UU No. 20 tahun 2013 yaitu, “Program
dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan
dari program profesi dokter dan program internsip yang setara dengan program
dokter spesialis” berarti program pendidikan dokter layanan primer dapat
ditempuh oleh mahasiswa yang telah lulus uji kompetensi (exit exam) dan
menjalani internship serta merupakan jenjang pendidikan yang setara spesialis.
Program pendidikan dokter layanan primer
bersifat generalis bukan spesialis dikarenakan ranah kompetensi DLP tidak
menyangkut satu sistem organ atau keahlian saja
Adapun
perbedaan DLP dengan dokter umum adalah DLP memiliki kompetensi yang lebih
dibandingkan dokter umum karena nantinya DLP akan dibekali pendidikan berupa
80% kompetensi sebagai dokter keluarga dan 20% kesehatan masyarakat. Kompetensi
yang akan dimiliki oleh DLP adalah konsep kedokteran keluarga (konsep dan
wawasan, prinsip dan pelayanan dokter keluarga, pengaruh keluarga, komunitas
dan lingkungan, tugas dan fungsi dokter keluarga dalam pelayanan primer),
manajemen klinik dokter keluarga (manajemen SDM, fasilitas, informasi, dan
dana), keterampilan klinik (klinis non bedah, mengatasi keadaan klinis umum,
masalah klinis khusus, menggunakan sarana penunjang dan medis teknis bedah) dan
keluasan penerapan ilmu dan wawasannya (masalah kesehatan kelompok usia dan masalah
kesehatan kelompok khusus). Sedangkan dokter umum hanya memiliki konsep dan
wawasan kedokteran keluarga, prinsip dan pelayanan dokter keluarga,
keterampilan klinis non-bedah, mengatasi masalah klinis khusus, dan medis
teknis bedah.
Menurut
Direktur Utama RS Cipto Mangunkusumo, Dr. dr. Czeresna. H. Soedjono,
Sp.PD-KGer, yang membedakan dokter spesialis, dokter umum dan dokter layanan
primer adalah kompetensi, area dan pekerjaannya. “Dibanding dokter umum biasa,
dokter layanan primer memiliki 10 atau 11 item yang akan membedakan bukan hanya
jenis area kompetensinya saja tapi bagaimana pendekatan kepada pasien dalam
masalah kesehatan. Misalnya, dokter yang mengobati batuk pilek di layanan
primer. Dia harus periksa dan menetapkan obat ini. Mungkin dokter umum akan
langsung memberikan obat tapi dokter layanan primer tidak begitu,” kata
Czeresna saat ditemui dalam acara Dies Natalis Universitas Indonesia ke 64 di
UI Salemba, Jakarta, Rabu (5/3/2014). Czeresna menerangkan, dokter layanan
primer tidak akan memberikan obat langsung karena dia akan mencari tahu lebih
dalam lagi mengenai sebab pasien batuk pilek. Seperti faktor-faktor apa yang
menyebabkan pasien batuk pilek. Apakah virusnya dari diri sendiri, keluarga,
lingkungan atau sekitar rumahnya ada yang mengalami batuk pilek. Kemudian
apakah batuk pilek ang dialami hanya sekali atau berulang dan tidak pernah
terpikirkan oleh dokter sebelumnya. “Dokter layanan primer akan melakukan
penelusuran lebih dalam dan approach lebih baik lagi sehingga pengobatan juga
secara komprehensi akan lebih baik lagi,” ujarnya. Untuk pendidikan dokter
layanan primer, Czeresna melanjutkan, perlu waktu 2-3 tahun untuk setiap
angkatannya dengan bobot 50-90 SKS. Dan saat ini, proses pendidikan ini masih
dalam tahap penyusunan standar kompetensi dan membutuhkan waktu sekitar 5
tahun. Artinya, dokter layanan primer baru ada pada 2019. “Nanti proses
pendidikan akan mengacu pada RSCM karena idealnya mereka (dokter layanan
primer) akan bekerja di pelayanan primer dan bukan berarti tidak perlu mengenal
RS. Mereka perlu mengenal proses di RS agar mereka tahu betul apa yang terjadi
di RS. Ketika mereka mengetahui bagaimana komunikasinya, barulah diterjunkan ke
komunitas,” ujarnya.
Perbedaan
lainnya adalah BPJS hanya akan menandatangani kontrak dengan DLP bukan dokter
umum. DLP nantinya akan menangani 2.500 orang (maksimal 3.000 orang) yang
kapitasi nya ditentukan oleh BPJS. Untuk sekarang, BPJS mematok harga
Rp19.500/orang untuk pelayanan oleh DLP.2 Akan tetapi, besarnya iuran ini dapat
berubah. Menurut rapat Komisi I tentang DLP Muktamar AIPKI VII, hanya akan
diberikan iuran sebesar Rp2.600 dan telah menjadi keputusan menteri keuangan.
Dalam hal ini DLP diharapkan dapat meningkatkan kesehatan masyarkat karena
semakin sedikit masyarakat yang berobat maka semakin besar gaji seorang DLP.
Tetapi DLP juga diberikan kewenangan untuk membuka praktik umum sendiri, tidak
harus bekerja di puskemas atau rumah sakit pemerintah. Lalu bagaimana dengan
dokter umum yang telah lama menempuh karirnya? Program studi DLP hanya dapat
diambil oleh dokter yang baru lima tahun menyandang gelar dokternya alias baru
lulus. Sedangkan untuk dokter umum yang telah lama lulus, mereka hanya tinggal
mengisi borang yang disediakan oleh BPJS, dan jika borang tersebut dipertimbangkan
oleh BPJS maka dokter umum tersebut dapat dianggap setara dengan DLP. Selain
itu, kini beberapa puskesmas di Indonesia juga telah membuka program percepatan
DLP yang terdiri dari 11 sampai dengan 12 modul yang disponsori oleh Kemenkes
khusus untuk 9.000 dokter di Indonesia. Diharapkan dalam dua tahun ke depan,
dokter-dokter ini memiliki kompetensi yang setara dengan DLP. Untuk saat ini,
BPJS hanya bekerja sama dengan puskesmas dan dokter umum yang dianggap memliki
kompetensi yang memadai.
Problematika
yang dihadapi oleh DLP adalah besarnya kapitasi dan iuran yang belum secara
jelas diuraikan dan membutuhkan pertimbangan lebih lanjut. Besarnya anggaran
kesehatan yang ideal adalah 5% dari APBN tetapi kenyataannya di Indonesia
anggaran kesehatan masih di bawah 5%. Anggaran kesehatan tahun 2015 sebesar
74,2 triliun rupiah5 dan pendapatan negara tahun 2015 sebesar 1.793,6 triliun
rupiah.6 Padahal sesungguhnya besarnya iuran yang dikenakan akan berbanding
lurus dengan kualitas pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada
masyarakat. Jika besarnya insentif (iuran) tidak sepadan dengan kebutuhan biaya
kesehatan maka dapat memicu underutilisasi pada DLP atau peningkatan rujukan
dari dokter yang takut merugi. Solusi dari problematika ini adalah ketegasan
pemerintah dalam komitmennya membangun masyarakat Indonesia yang sehat dan
sejahtera. Yang dapat dituangkan dalam UU mengenai kejelasan DLP, program
kapitasi dan anggaran dana kesehatan. Selain itu, di sisi lain diperlukan pula
sosialisasi mengenai DLP dan perubahan mindset mahasiswa yang menganggap menjad
dokter spesialis akan lebih menguntungkan. Paradigma di kalangan masyarakat
juga perlu diubah yang awalnya hanya kuratif menjadi preventif[1].
3.
Dalam memutuskan peninjauan kembali UU Pendidikan Kedokteran, hakim
konstitusi menggunakan penafsiran hukum tekstual. Penafsiran tekstual
didasarkan pada kata-kata yang aktual dari hukum tertulis. Karena pada dasarnya
hukum adalah sebuah perintah, maka ia harus diartikan seperti apa makna yang
dimaksud pembuat hukum. Dan jika maksud kata digunakan dalam suatu peristiwa,
maka nalisis tekstual dari kata-kata harus seperti pemahaman yang diinginkan
pembuat undang-undang, yang mana untuk konstitusi dapat dipahami dari
persetujuan yang disahkan, jika hal tersebut tidak jelas, maka dicari dari
pembuat naskah[2].
Hal ini dapat dilihat dari risalah putusan yang berbunyi Menurut Mahkamah,
dokter layanan primer merupakan perwujudan dari pemenuhan kebutuhan masyarakat
akan seorang dokter dalam tingkat pelayanan primer. Bahwa dibentuknya dokter
layanan primer ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
melalui peningkatan kompetensi dokter yang memberikan pelayanan kesehatan di
tingkat pertama dengan pengakuan dan penghargaan setara dengan dokter
spesialis. Pengakuan setara dengan dokter spesialis diperlukan untuk memiliki
daya tarik sebagai alternatif jenjang karir bagi dokter.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Isharyanto dan
Aryoko Abdurrachman, 2016, Penafsiran Hukum
Hakim Konstitusi, Jakarta, Halaman Moeka Publishing
WEBSITE
http://hmku.fkunud.com/kajian-dokter-layanan-primer/
Komentar
Posting Komentar