
Dalam menyusun peraturan perundang-undangan banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya. Meskipun berbeda redaksi, pada dasarnya beragam pendapat itu mengarah pada substansi yang sama.
Maka
ada beberapa asas peraturan perundang-undangan yang kita kenal, diantaranya:
1. Asas lex
superior derogat legi inferior ;
2. Asas lex
specialis derogat legi generalis ;
3. Asas lex
posterior derogat legi priori ;
4. Asas
undang-undang tidak boleh berlaku surut (non-retroaktif) / Asas Legalitas
Asas lex superior derogat
legi inferior yang artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan
yang rendah (asas hierarki), Dalam kerangka berfikir mengenai jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan, pasti tidak terlepas dalam benak kita
menganai Teori Stuffen Bow karya Hans Kelsen (selanjutnya disebut sebagai
”Teori Aquo”). Hans Kelsen dalam Teori Aquo mambahas mengenai jenjang norma
hukum, dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan
berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan.Yaitu digunakan apabila
terjadi pertentangan, dalam hal ini yang diperhatikan adalah hierarkhi
peraturan perundang-undangan, misalnya ketika terjadi pertentangan antara
Peraturan Pemerintah (PP) dengan Undang-undang, maka yang digunakan adalah
Undang-undang karena undang-undang lebih tinggi derajatnya.Teori Aquo semakin
diperjelas dalam hukum positif di Indonesia dalam bentuk undang-undang tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan.
Sekarang ini hirarki
peraturan perundang-undangan di Indonesia menurut ketentuan UU No.12 Tahun 2011
adalah ; ” Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
- Peraturan Pemerintah;
- Peraturan Presiden;
- Peraturan Daerah Provinsi; dan
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Lex
specialis derogat legi generali adalah asas
penafsiran hukum yang
menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan
hukum yang bersifat umum (lex generalis).
*) Menurut Bagir Manan dalam bukunya yang berjudul Hukum Positif Indonesia (hal. 56), sebagaimana kami kutip dari artikel yang ditulis A.A. Oka Mahendra berjudul Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu:
*) Menurut Bagir Manan dalam bukunya yang berjudul Hukum Positif Indonesia (hal. 56), sebagaimana kami kutip dari artikel yang ditulis A.A. Oka Mahendra berjudul Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu:
- Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum
umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus
tersebut;
- Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat
dengan ketentuan-ketentuan lex generalis (undang-undang dengan
undang-undang);
- Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam
lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis. Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama-sama
termasuk lingkungan hukum keperdataan..
Asas Lex Posterior
Derogat Legi Priori yaitu pada peraturan yang sederajat, peraturan yang paling
baru melumpuhkan peraturan yang lama. Jadi peraturan yang telah diganti dengan
peraturan yang baru, secara otomatis dengan asas ini peraturan yang lama tidak
berlaku lagi. Biasanya dalam peraturan perundangan-undangan ditegaskan
secara ekspilist yang mencerminkan asas ini. Contoh yang berkenaan
dengan Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori : dalam
Pasal 76 UU No. 20/2003 tentang Sisidiknas dalam Ketentuan penutup disebutkan
bahwa Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor
48/Prp./1960 tentang Pengawasan Pendidikan dan Pengajaran Asing (Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2103) dan
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) dinyatakan
tidak berlaku.
Asas Legalitas
Tiada suatu peristiwa
dapat dipidana selain dari kekuatan ketentuan undang-undang pidana yang
mendahuluinya.” (Geen feit is strafbaar dan uit kracht van een daaran
voorafgegane wetteljke strafbepaling). asas legalitas yang mengandung tiga
pengertian, yaitu:
- Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana kalau hal itu tidak terlebih dahulu dinyatakan dalam suatu aturan
undang-undang
- Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh
digunakan analogi (qiyas)
- Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut
Contoh yang berkenaan
dengan Asas Legalitas: Keadilan bagi korban
salah tangkap. Mereka kembali bisa menghirup kebebasan.
Komentar
Posting Komentar